Blogger Widgets

Kamis, 02 April 2015

askep luka tusuk

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN LUKA TUSUK YANG TERPASANG VENTILATOR 


I.          KONSEP DASAR


1)        LUKA TUSUK
Luka tusuk merupakan bagian dari trauma tajam yang mana luka tusuk masuk ke dalam jaringan tubuh dengan luka sayatan yang sering sangat kecil pada kulit, misalnya luka tusuk pisau.
Berat ringannya luka tusuk tergantung dari dua faktor yaitu :
1.      Lokasi anatomi injury
2.      Kekuatan tusukan, perlu dipertimbangkan panjangnya benda yang digunakan untuk menusuk dan arah tusukan.

Jika abdomen mengalami luka tusuk, usus yang menempati sebagian besar rongga abdomen akan sangat rentan untuk mengalami trauma penetrasi. Secara umum organ-organ padat berespon terhadap trauma dengan perdarahan. Sedangkan organ berongga bila pecah mengeluarkan isinya dalam hal ini bila usus pecah akan mengeluarkan isinya ke dalam rongga peritoneal sehingga akan mengakibatkan peradangan atau infeksi.

Penyebab kematian pada trauma abdomen adalah penurunan volume cairan karena perdarahan (syok hipovolemik). Secara ringkas proses tersebut dapat digambarkan sbb :

Faktor penyebab (penurunan volume cairan)

Penurunan arus balik vena

Penurunan isi sekuncup

Penurunan curah jantung
 


Penurunan perfusi jaringan

Adapun tanda dan gejala dari hipovolemic syok mengarah pada berbagai sistem yaitu :
1.      Sistem kardiovaskuler : takikardi, penurunan tekanan darah sistolik
2.      Kulit : dingin, lembab, pucat, sianotik
3.      Sistem Saraf Pusat : ansietas, keresahan, perubahan sensorium, penurunan tingkat kesadaran
4.      Sistem Renal : penurunan haluaran urine, gagal ginjal akut atau kronis
5.      Sistem Pernafasan : takipnea, peningkatan permiabilitas kapiler pulmonal (ARDS)
6.      Sistem Hepatik : penurunan pembentukan faktor-faktor pembekuan, penurunan sintesis protein-protein plasma, penurunan albumin serum, penurunan kadar glukosa serum
7.      Sistem Gastro Intestinal : ileus adinamik, ulcerasi, penurunan absorpsi nutrien, peningkatan masukan toksin dari lumen usus ke dalam aliran darah
8.      Sistem vaskuler
2)        KONSEP GAGAL NAFAS
Definisi :
Gagal nafas akut diartikan sebagai kegagaln pertukaran gas dalam paru, ditandai dengan turunnya kadar oksigen di arteri (hipoksemia) atau naiknya kadar karbon dioksida (hiperkarbia) atau kombinasi keduanya.

Kriteria diagnosis pada pasien yang bernafas pada udara kamar didapatkan hasil pemeriksaan analisa gas darah :
1.      PaO2 kurang dari 50 mmHg
2.      PaCO2 lebih dari 50mmHg tanpa ada gangguan alkalosis metabolik primer

Gagal nafas dapat diakibatkan oleh bermacam penyakit baik akut maupun kronik; setiap gangguan pada kelima tahap respirasi dapat menyebabkan gagal nafas.

a.  Patofisiologi

Mekanisme yang menyebabkan terjadinya gagal nafas meliputi :
1.      Hypoventilasi : keadaan dimana seseorang tidak dapat mempertahankan ventilasi alveolar yang cukup, sehingga terjadi kenaikan kadar CO2 dalam darah

2.      Gangguan perfusi dan difusi

Adanya emboli di salah satu cabang arteri pulmonali akan meningkatkan ruang rugi karena banyak alveoli yang hanya mengalami ventilasi tanpa perfusi
3.      Pintasan intra pulmoner dan gangguan perbandingan ventilasi perfusi
Pintasan intrapulmoner (Shunt) diartikan sebagai darah yang memperfusi paru yang tidak mengalami pertukaran gas karena alveoliya tidak terventilasi seperti pada atelectasis

b. Tanda dan gejala gagal nafas akut

Diagnosa pasti gagal nafas akut ditegakkan dengan pemeriksaan analisa gas darah. Namun gejala klinis gagal nafas akut dapat ditegakkan dengan mengamati hal-hal sbb :
Pola pernafasan : laju pernafasan meningkat, pernafasan dangkal mungkin ada pernafasan cuping hidung dan terlihat otot pernafasan tambahan mulai aktif
Warna kulit : pada keadaan awal mungkin masih merah, bila proses berlanjut/bertambah berat kulit berwarna pucat/biru yang menandakan hipoksemia yang bertambah berat.
Tensi/laju nadi  : umumnya nadi cepat, bila ada aritmia mungkin disebabkan hiperkarbia (dan hipoksia)
Nadi yang melemah dan bertambah lambat menandakan keadaan bertambah parah, yang memerlukan tindakan segera. Tekanan darah, pada keadaan yang masih ringan mungkin masih dalam batas normal. Bila keadaan bertambah berat, tekanan darah mula-mula  naik karena pelepasan katekolamin, bila tekanan darah mulai turun hal ini harus segera diatasi karena ini merupakan tanda perburukan.
Gagal nafas dengan tanda-tanda yang nyata sangat mudah dikenali. Yang sulit adalah awal dari adanya gagal nafas, yang luput dari pengawasan ketat yang mungkin dalam waktu relatif singkat dapat memburuk.
Pengawasan/observasi ketat memegang peranan penting sehingga bila therapi konvensional tidak menolong dan keadaan memburuk, dapat segera diambil tindakan lain seperti intubasi dan pemakaian alat bantu nafas/ventilator.

c.  Penatalaksanaan dan pengobatan

Dasar pengobatan dibagi yang non spesifik dan spesifik, umumnya diperlukan kombinasi keduanya. Pengobatan non spesifik ditujukan langsung untuk memperbaiki pertukaran gas, seperti pemberian oksigen, pembersihan jalan nafas dan fisiotherapi dada serta usaha-usaha lain untuk menurunkan kebutuhan oksigen seperti menurunkan panas badan dan pemberian sedasi.
Sedangkan pengobatan spesifik ditujukan kepada penyebab gagal nafas ; bila gagal nafas disebabkan karena adanya benda asing di bronkhus maka dilakukan bronkoskopi untuk mengatasi sumbatan karena benda asing tersebut juga melakukan pungsi pleura dan WSD pada efusi pleura yang masif dll.

d. Indikasi ventilasi bantu/artifisial

Pada keadaan yang ekstrem seperti penderita apneu atau pernafasan yang amat lemah, indikasi ventilasi bantu/artifisial mudah ditegakkan. Namun pada keadaan di lapangan sering dijumpai kasus yang sulit bagi kita untuk memutuskan apakah sudah merupakan indikasi untuk ventilasi artifisial, sebab penundaan alat bantu nafas yang berlarut dapat berakibat fatal. Sebaliknya tindakan terlalu dini dan agresif tidak selalu menguntungkan bahkan dapat merugikan. Beberapa patokan untuk menentukan indikasi ventilasi adalah :

Parameter
Indikasi
Nilai Normal
1.      Mekanik
-          Laju napas
-          Volume tidal
-          Kapasitas vital
-          Tekanan inspirasi maksimal

Lebih 35/menit
Kurang 5 ml/kgBB
Kurang 15 ml/kgBB
Kurang 25 cmH2O

10 – 20 (dewasa)
5 – 7
65 – 75
75 – 100
2.      Oksigenasi
- PaO2

Kurang 60 mmHg (FiO2 = 0,6)

75 – 100 (udara kamar)
3.      Ventilasi
-          PaCo2
-          Vd/Vt

Lebih 60 mmHg
Lebih 0,6

35 – 45
0,3

e.   

f.  Pemakaian alat bantu nafas (respirator/ventilator) bukanlah untuk menggantikan fungsi paru dan jantung, melainkan hanya berfungsi sebagai alat ventilasi yang memompakan udara/oksigen ke dalam paru dengan takanan positif. Fungsinya lebih bersifat mempertahankan agar penderita tetap hidup sambil menunggu proses reparatif badan dapat mengambil alih fungsi ventilasinya kembali.


g. Obat yang dipakai pada gagal nafas

Pada penderita gagal nafas karena asma, diberikan obat bronkhodilator baik per infus maupun per inhalasi, pada keadaan berat biasanya ditambahkan kortikosteroid. Untuk infeksi biasanya diberikan antibiotika ber spektrum luas.
Untuk penderita dengan ventilator, diberikan sedativ seperti diazepam (valium), dormikum dan golongan narkotik untuk menekan pernafasan dan bila perelu obat pelumpuh otot seperti pavulon dll agar penderita dapat mengikuti/seirama perbafasannya dengan alat ventilator tersebut.


askep maningitis

ASUHAN KEPERAWATAN MENINGITIS

Defenisi
            Meningitis adalah radang dari selaput otak (arachnoid dan piamater). Bakteri dan virus merupakan penyebab utama dari meningitis.

Patofisiologi
            Otak dilapisi oleh tiga lapisan, yaitu : duramater, arachnoid, dan piamater. Cairan otak dihasilkan di dalam pleksus choroid ventrikel bergerak / mengalir melalui sub arachnoid dalam sistem ventrikuler dan seluruh otak dan sumsum tulang belakang, direabsorbsi melalui villi arachnoid yang berstruktur seperti jari-jari di dalam lapisan subarachnoid.
            Organisme (virus / bakteri) yang dapat menyebabkan meningitis, memasuki cairan otak melaui aliran darah di dalam pembuluh darah otak. Cairan hidung (sekret hidung) atau sekret telinga yang disebabkan oleh fraktur tulang tengkorak dapat menyebabkan meningitis karena hubungan langsung antara cairan otak dengan lingkungan (dunia luar), mikroorganisme yang masuk dapat berjalan ke cairan otak melalui ruangan subarachnoid. Adanya mikroorganisme yang patologis merupakan penyebab peradangan pada piamater, arachnoid, cairan otak dan ventrikel. Eksudat yang dibentuk akan menyebar, baik ke kranial maupun ke saraf spinal yang dapat menyebabkan kemunduran neurologis selanjutnya, dan eksudat ini dapat menyebabkan sumbatan aliran normal cairan otak dan dapat menyebabkan hydrocephalus.

Etiologi
            Meningitis disebabkan oleh berbagai macam organisme, tetapi kebanyakan pasien dengan meningitis mempunyai faktor predisposisi seperti fraktur tulang tengkorak, infeksi, operasi otak atau sum-sum tulang belakang. Seperti disebutkan diatas bahwa meningitis itu disebabkan oleh virus dan bakteri, maka meningitis dibagi menjadi dua bagian besar yaitu : meningitis purulenta dan meningitis serosa.

Meningitis Bakteri
            Bakteri yang paling sering menyebabkan meningitis adalah haemofilus influenza, Nersseria,Diplokokus pnemonia, Sterptokokus group A, Stapilokokus Aurens, Eschericia colli, Klebsiela dan Pseudomonas. Tubuh akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing dan berespon dengan terjadinya peradangan dengan adanya neutrofil, monosit dan limfosit. Cairan eksudat yang terdiri dari bakteri, fibrin dan lekosit terbentuk di ruangan subarahcnoid ini akan terkumpul di dalam cairan otak sehingga dapat menyebabkan lapisan yang tadinya tipis menjadi tebal. Dan pengumpulan cairan ini akan menyebabkan peningkatan intrakranial. Hal ini akan menyebabkan jaringan otak akan mengalami infark.

Meningitis Virus
            Tipe dari meningitis ini sering disebut aseptik meningitis. Ini biasanya disebabkan oleh berbagai jenis penyakit yang disebabkan oleh virus, seperti; gondok, herpez simplek dan herpez zoster. Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis bakteri tidak terjadi pada meningitis virus dan tidak ditemukan organisme pada kultur cairan otak. Peradangan terjadi pada seluruh koteks cerebri dan lapisan otak. Mekanisme atau respon dari jaringan otak terhadap virus bervariasi tergantung pada jenis sel yang terlibat.



Pencegahan
            Meningitis dapat dicegah dengan cara mengenali dan mengerti dengan baik faktor presdis posisi seperti otitis media atau infeksi saluran napas (seperti TBC) dimana dapat menyebabkan meningitis serosa. Dalam hal ini yang paling penting adalah pengobatan tuntas (antibiotik) walaupun gejala-gejala infeksi tersebut telah hilang.
Setelah terjadinya meningitis penanganan yang sesuai harus cepat diatasi. Untuk mengidentifikasi faktor atau janis organisme penyebab dan dengan cepat memberikan terapi sesuai dengan organisme penyebab untuk melindungi komplikasi yang serius.

Pengkajian Pasien dengan meningitis
Riwayat penyakit dan pengobatan
            Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui karena untuk mengetahui jenis kuman penyebab. Disini harus ditanya dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai serangan, sembuh atau bertambah buruk. Setelah itu yang perlu diketahui adalah status kesehatan masa lalu untuk mengetahui adanya faktor presdiposisi seperti infeksi saluran napas, atau fraktur tulang tengkorak, dll.

Manifestasi Klinik
·  Pada awal penyakit, kelelahan, perubahan daya mengingat, perubahan tingkah laku.
·  Sesuai dengan cepatnya perjalanan penyakit pasien menjadi stupor.
·  Sakit kepala
·  Sakit-sakit pada otot-otot
·  Reaksi pupil terhadap cahaya. Photofobia apabila cahaya diarahkan pada mata pasien
·  Adanya disfungsi pada saraf III, IV, dan VI
·  Pergerakan motorik pada masa awal penyakit biasanya normal dan pada tahap lanjutan bisa terjadi hemiparese, hemiplegia, dan penurunan tonus otot.
·  Refleks Brudzinski dan refleks Kernig (+) pada bakterial meningitis dan tidak terdapat pada virus meningitis.
·  Nausea
·  Vomiting
·  Demam
·  Takikardia
·  Kejang yang bisa disebabkan oleh iritasi dari korteks cerebri atau hiponatremia
·  Pasien merasa takut dan cemas.

Pemeriksaan Laboratorium
            Pemeriksaan laboratorium yang khas pada meningitis adalah analisa cairan otak. Lumbal punksi tidak bisa dikerjakan pada pasien dengan peningkatan tekanan tintra kranial. Analisa cairan otak diperiksa untuk jumlah sel, protein, dan konsentrasi glukosa.
Pemeriksaan darah ini terutama jumlah sel darah merah yang biasanya meningkat diatas nilai normal.
            Serum elektrolit dan serum glukosa dinilai untuk mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremi.
Kadar glukosa darah dibandingkan dengan kadar glukosa cairan otak. Normalnya kadar glukosa cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan pada pasien meningitis kadar glukosa cairan otaknya menurun dari nilai normal.

Pemeriksaan Radiografi
            CT-Scan dilakukan untuk menentukan adanya edema cerebral atau penyakit saraf lainnya. Hasilnya biasanya normal, kecuali pada penyakit yang sudah sangat parah.

Pengobatan
Pengobatab biasanya diberikan antibiotik yang paling sesuai.
 Untuk setiap mikroorganisme penyebab meningitis :
Antibiotik
Organisme


Penicilin G




Gentamicyn



Chlorampenikol
Pneumoccocci
Meningoccocci
Streptoccocci


Klebsiella
Pseudomonas
Proleus

Haemofilus Influenza
Terapi TBC
·  Streptomicyn
·  INH
·  PAS
Micobacterium Tuber culosis


Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah :

Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial
Tujuan
·  Pasien kembali pada,keadaan status neurologis sebelum sakit
·  Meningkatnya kesadaran pasien dan fungsi sensoris

Kriteria hasil
·  Tanda-tanda vital dalam batas normal
·  Rasa sakit kepala berkurang
·  Kesadaran meningkat
·  Adanya peningkatan kognitif dan tidak ada atau hilangnya tanda-tanda tekanan intrakranial yang meningkat.

Rencana Tindakan
INTERVENSI
RASIONALISASI
Pasien bed rest total dengan posisi tidur terlentang tanpa bantal
Perubahan pada tekanan intakranial akan dapat meyebabkan resiko untuk terjadinya herniasi otak
Monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS.
Dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjt
Monitor tanda-tanda vital seperti TD, Nadi, Suhu, Resoirasi dan hati-hati pada hipertensi sistolik
Pada keadaan normal autoregulasi mempertahankan keadaan tekanan darah sistemik berubah secara fluktuasi. Kegagalan autoreguler akan menyebabkan kerusakan vaskuler cerebral yang dapat dimanifestasikan dengan peningkatan sistolik dan diiukuti oleh penurunan tekanan diastolik. Sedangkan peningkatan suhu dapat menggambarkan perjalanan infeksi.
Monitor intake dan output
hipertermi dapat menyebabkan peningkatan IWL dan meningkatkan resiko dehidrasi terutama pada pasien yang tidak sadra, nausea yang menurunkan intake per oral
Bantu pasien untuk membatasi muntah, batuk. Anjurkan pasien untuk mengeluarkan napas apabila bergerak atau berbalik di tempat tidur.
Aktifitas ini dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan intraabdomen. Mengeluarkan napas sewaktu bergerak atau merubah posisi dapat melindungi diri dari efek valsava
Kolaborasi
Berikan cairan perinfus dengan perhatian ketat.

Meminimalkan fluktuasi pada beban vaskuler dan tekanan intrakranial, vetriksi cairan dan cairan dapat menurunkan edema cerebral
Monitor AGD bila diperlukan pemberian oksigen
Adanya kemungkinan asidosis disertai dengan pelepasan oksigen pada tingkat sel dapat menyebabkan terjadinya iskhemik serebral
Berikan terapi sesuai advis dokter seperti: Steroid, Aminofel, Antibiotika.

Terapi yang diberikan dapat menurunkan permeabilitas kapiler.
Menurunkan edema serebri
Menurunka metabolik sel / konsumsi dan kejang.

Sakit kepala sehubungan dengan adanya iritasi lapisan otak
Tujuan
Pasien terlihat rasa sakitnya berkurang / rasa sakit terkontrol

Kriteria evaluasi
·  Pasien dapat tidur dengan tenang
·  Memverbalisasikan penurunan rasa sakit.

Rencana Tindakan
INTERVENSI
RASIONALISASI
Independent
Usahakan membuat lingkungan yang aman dan tenang

Menurukan reaksi terhadap rangsangan ekternal atau kesensitifan terhadap cahaya dan menganjurkan pasien untuk beristirahat
Kompres dingin (es) pada kepala dan kain dingin pada mata
Dapat menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah otak
Lakukan latihan gerak aktif atau pasif sesuai kondisi dengan lembut dan hati-hati
Dapat membantu relaksasi otot-otot yang tegang dan dapat menurunkan rasa sakit / disconfort
Kolaborasi
Berikan obat analgesik

Mungkin diperlukan untuk menurunkan rasa sakit. Catatan : Narkotika merupakan kontraindikasi karena berdampak pada status neurologis sehingga sukar untuk dikaji.

Potensial terjadinya injuri sehubungan dengan adanya kejang, perubahan status mental dan penurunan tingkat kesadaran
Tujuan:
Pasien bebas dari injuri yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran

Rencana Tindakan
INTERVENSI
RASIONALISASI
Independent
monitor kejang pada tangan, kaki, mulut dan otot-otot muka lainnya

Gambaran tribalitas sistem saraf pusat memerlukan evaluasi yang sesuai dengan intervensi yang tepat untuk mencegah terjadinya komplikasi.
Persiapkan lingkungan yang aman seperti batasan ranjang, papan pengaman, dan alat suction selalu berada dekat pasien.
Melindungi pasien bila kejang terjadi
Pertahankan bedrest total selama fae akut
Mengurangi resiko jatuh / terluka jika vertigo, sincope, dan ataksia terjadi
Kolaborasi
Berikan terapi sesuai advis dokter seperti; diazepam, phenobarbital, dll.

Untuk mencegah atau mengurangi kejang.
Catatan : Phenobarbital dapat menyebabkan respiratorius depresi dan sedasi.



DAFTAR KEPUSTAKAAN

·  Donnad, Medical Surgical Nursing, WB Saunders, 1991
·  Kapita Selekta Kedokteran FKUI, Media Aesculapius, 1982

·  Brunner / Suddarth, Medical Surgical Nursing, JB Lippincot Company, Philadelphia, 1984

askep laparatomi

LAPARATOMI

Pengertian
Pembedahan perut sampai membuka selaput perut.
Ada 4 cara, yaitu;
1.       Midline incision
2.       Paramedian, yaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah (± 2,5 cm), panjang (12,5 cm).
3.       Transverse upper abdomen incision, yaitu ; insisi di bagian atas, misalnya pembedahan colesistotomy dan splenektomy.
4.       Transverse lower abdomen incision, yaitu; insisi melintang di bagian bawah ± 4 cm di atas anterior spinal iliaka, misalnya; pada operasi appendictomy.

Indikasi
1.       Trauma abdomen (tumpul atau tajam)
2.       Peritonitis
3.       Perdarahan saluran pencernaan.
4.       Sumbatan pada usus halus dan usus besar.
5.       Masa pada abdomen


Komplikasi
1.       Ventilasi paru tidak adekuat
2.       Gangguan kardiovaskuler : hipertensi, aritmia jantung.
3.       Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
4.       Gangguan rasa nyaman dan kecelakaan

Latihan-latihan fisik
Latihan napas dalam, latihan batuk, menggerakan otot-otot kaki, menggerakkan otot-otot bokong, Latihan alih baring dan turun dari tempat tidur. Semuanya dilakukan hari ke 2 post operasi.


POST  LAPARATOMI
Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan yang diberikan kepada pasien-pasien yang telah menjalani operasi pembedahan perut.

Tujuan perawatan post laparatomi;
1.       Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.
2.       Mempercepat penyembuhan.
3.       Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi.
4.       Mempertahankan konsep diri pasien.
5.       Mempersiapkan pasien pulang.

Komplikasi post laparatomi;
1.       Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7 - 14 hari setelah operasi. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak.
Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini dan kaos kaki TED yang dipakai klien sebelum mencoba ambulatif.

2.       Buruknya intergriats kulit sehubungan dengan luka infeksi.
Infeksi luka sering muncul pada 36 - 46 jam setelah operasi. Organisme yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aurens, organisme; gram positif. Stapilokokus mengakibatkan pernanahan.
Untuk menghindari infeksi luka yang paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptik dan antiseptik.

3.       Buruknya integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau eviserasi.
Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka.
Eviserasi luka adalah keluarnya organ-organ dalam melalui insisi.
Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup waktu pembedahan, ketegangan yang berat pada dinding abdomen sebagai akibat dari batuk dan muntah.


Proses penyembuhan luka
·         Fase pertama
Berlangsung sampai hari ke 3. Batang lekosit banyak yang rusak / rapuh. Sel-sel darah baru berkembang menjadi penyembuh dimana serabut-serabut bening digunakan sebagai kerangka.

·         Fase kedua
Dari hari ke 3 sampai hari ke 14. Pengisian oleh kolagen, seluruh pinggiran sel epitel timbul sempurna dalam 1 minggu. Jaringan baru tumbuh dengan kuat dan kemerahan.

·         Fase ketiga
Sekitar 2 sampai 10 minggu. Kolagen terus-menerus ditimbun, timbul jaringan-jaringan baru dan otot dapat digunakan kembali.

·         Fase keempat
Fase terakhir. Penyembuhan akan menyusut dan mengkerut.



Intervensi untuk meningkatkan penyembuhan
1.       Meningkatkan intake makanan tinggi protein dan vitamin c.
2.       Menghindari obat-obat anti radang seperti steroid.
3.       Pencegahan infeksi.

Pengembalian Fungsi fisik.
Pengembalian fungsi fisik dilakukan segera setelah operasi dengan latihan napas dan batuk efektf, latihan mobilisasi dini.

Mempertahankan konsep diri.
Gangguan konsep diri : Body image bisa terjadi pada pasien post laparatomy karena adanya perubahan sehubungan dengan pembedahan. Intervensi perawatan terutama ditujukan pada pemberian support psikologis, ajak klien dan kerabat dekatnya berdiskusi tentang perubahan-perubahan yang terjadi dan bagaimana perasaan pasien setelah operasi.

Pengkajian
Perlengkapan yang dilakukan pada pasien post laparatomy, adalah;
1.       Respiratory
·         Bagaimana saluran pernapasan, jenis pernapasan, bunyi pernapasan.

2.       Sirkulasi
·         Tensi, nadi, respirasi, dan suhu, warna kulit, dan refill kapiler.
3.       Persarafan : Tingkat kesadaran.
4.       Balutan
·         Apakah ada tube, drainage ?
·         Apakah ada tanda-tanda infeksi?
·         Bagaimana penyembuhan luka ?

5.       Peralatan
·         Monitor yang terpasang.
·         Cairan infus atau transfusi.
6.       Rasa nyaman
·         Rasa sakit, mual, muntah, posisi pasien, dan fasilitas ventilasi.
7.       Psikologis : Kecemasan, suasana hati setelah operasi.

Diagnosa Keperawatan
1.       Gangguan rasa nyaman, abdomen tegang sehubungan dengan adanya rasa nyeri di abdomen.
2.       Potensial terjadinya infeksi sehubungan dengan adanya sayatan / luka operasi laparatomi.
3.       Potensial kekurangan caiaran sehubungan dengan adanya demam, pemasukkan sedikit dan pengeluaran cairan yang banyak.

Kriteria Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah perawatan pasien post operasi, meliputi;
1.       Tidak timbul nyeri luka selama penyembuhan.
2.       Luka insisi normal tanpa infeksi.
3.       Tidak timbul komplikasi.
4.       Pola eliminasi lancar.
5.       Pasien tetap dalam tingkat optimal tanpa cacat.
6.       Kehilangan berat badan minimal atau tetap normal.
7.       Sebelum pulang, pasien mengetahui tentang :
·         Pengobatan lanjutan.
·         Jenis obat yang diberikan.
·         Diet.
·         Batas kegiatan dan rencana kegiatan di rumah.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Dr. Sutisna Himawan (editor). Kumpulan Kuliah Patologi. FKUI

Brunner / Sudart. Texbook of Medical Surgical Nursing Fifth edition IB. Lippincott Company. Philadelphia. 1984.

Soeparman, dkk. Ilmu Penyakit Dalam : Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1987, Edisi II.

PENATALAKSANAAN PERAWATAN
Assesment
Pengkajian ini meliputi obyektif dan subyektif.
1.      Data subyektif meliputi;
·         Nyeri yang sangat pada daerah perut.

2.      Data obyektif meliputi :
·         Napas dangkal
·         Tensi turun
·         Nadi lebih cepat
·         Abdomen tegang
·         Defense muskuler positif
·         Berkeringat
·         Bunyi usus hilang
·         Pekak hati hilang

Diagnosa Keperawatan
1.      Gangguan rasa nyaman, abdomen tegang sehubungan dengan adanya rasa nyeri di abdomen.
2.      Potensial terjadinya infeksi sehubungan dengan adanya sayatan / luka operasi laparatomi.
3.      Potensial kekurangan caiaran sehubungan dengan adanya demam, pemasukkan sedikit dan pengeluaran cairan yang banyak.

Hasil yang diharapkan
1.      Pasien akan tetap merasa nyaman.
2.      Pasien akan tetap mempertahankan kesterilan luka operasinya.
3.      Pasien akan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.

Tindakan keperawatan (intevensi keperawatan) pre operatif :
1.      Pertahankan pasien untuk bedrest sampai diagnosa benar-benar sudah ditegakkan.
2.      Tidak memberikan apapun melaui mulut dan beritahukan pasien untuk tidak makan dan minum.
3.      Monitoring cairan intra vena bila diberikan.
4.      Mencatat intake dan output.
5.      Posisi pasien seenak mungkin.
6.      Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat-obatan.
7.      Ajarkan pasien hal-hal yang perlu dilakukan setelah operasi selesai.
8.      Monitoring tanda-tanda vital.

Tindakan keperawatan post operasi:
1.      Monitor kesadaran, tanda-tanda vital, CVP, intake dan output
2.      Observasi dan catat sifat darai drain (warna, jumlah) drainage.
3.      Dalam mengatur dan menggerakan posisi pasien harus hati-hati, jangan sampai drain tercabut.
4.      Perawatan luka operasi secara steril.

Evaluasi
1.      Tanda-tanda peritonitis menghilang yang meliputi :
·         Suhu tubuh normal
·         Nada normal
·         Perut tidak kembung
·         Peristaltik usus normal
·         Flatus positif
·         Bowel movement positif
2.      Pasien terbebas dari rasa sakit dan dapat melakukan aktifitas.
3.      Pasien terbebas dari adanya komplikasi post operasi.
4.      Pasien dapat mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dan mengembalikan pola makan dan minum seperti biasa.
5.      Luka operasi baik.

DAFTAR KEPUSTAKAAN
Dr. Sutisna Himawan (editor). Kumpulan Kuliah Patologi. FKUI

Brunner / Sudart. Texbook of Medical Surgical Nursing Fifth edition IB. Lippincott Company. Philadelphia. 1984.

Soeparman, dkk. Ilmu Penyakit Dalam : Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1987, Edisi II.